
Raih pahala jariyah dengan muliakan guru ngaji pelosok

Tahukah Sahabat?
Pelik! Hingga saat ini nasib guru mengaji di Indonesia masih dipandang sebelah mata. Ada yang mendapatkan upah honorer cuma-cuma, namun ada juga yang tak dapat apa-apa.
Apalagi semenjak Covid-19 datang, penghasilan turun drastis. Namun mereka tetap ikhtiar, bersabar, ikhlas dan optimis.
Padahal peran “Guru Ngaji” sangat penting dalam membangun generasi-generasi berakhlak Islami ataupun Qurani.

Pak Hamid merupakan salah satu sosok pahlawan kemuliaan yang mengabdikan diri sebagai “Guru Ngaji” kepada anak-anak maupun masyarakat yang ada di pelosok negeri dengan tak mengharapkan gaji/upah.
Masih ada ratusan ribu “Guru Ngaji” yang tersebar di Indonesia, apalagi di pelosok-pelosok yang sulit beragam akses dengan kehidupan mereka sangat jauh dari kata SEJAHTERA apalagi BERDAYA.

Yuk Muliakan Guru Ngaji, Insya Allah Pahala Jariyah Mengalir. DONASI SEKARANG
🫶 Kisah Mulia Ustazah Yuyun, 26 Tahun Mengajar Ngaji Tanpa "Gaji" 💰
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
TPA Miftahuddiniyah yang berdiri sejak tahun 1997 itu harus berakhir ambruk setelah getaran gempa Cianjur pada November 2022 lalu. Puluhan murid dan para guru juga tertimpa oleh rangkaian bangunan, namun semuanya dapat menyelamatkan diri melalui atap puing-puing meskipun dalam keadaan luka-luka.
Namun, pasca gempa di hari kedua aktivitas belajar mengaji kembali berjalan atas permintaan para murid karena ingin terus mengaji dan sebagai (Trauma Healing) dengan banyak mengaji. Meski didalam tenda pengungsian dengan al-qur'an dan iqro seadanya dari sisa-sisa reruntuhan.
TPA Miftahuddiniyah tak pernah mematok tarif kepada murid-muridnya, hanya saja terkadang ada orang tua santri yang memberikan sedikit bantuan untuk kebutuhan Madrasah. Saat ini sudah ada sekitar 46 santri yang belajar di TPA Miftahuddiniyah, dan untuk menutupi kebutuhan TPA biasanya Ustazah Yuyun bersama suaminya membuka warung ataupun berjualan online yang saat ini sedang mereka jalankan.
Jika kita berfikir menggunakan logika, bagaimana Ustazah Yuyun bisa hidup dan menghidupi kebutuhan TPA Miftahuddiniyah dengan penghasilan yang tak pasti. Tapi itulah pertolongan Allah yang selalu datang sehingga mencukupkan kebutuhan hambanya ketika mau bersyukur.
Rangkaian doa dan harapan selalu Ustazah Yuyun panjatkan agar masyarakat Cianjur terus bangkit, khususnya untuk TPA Miftahuddiniyah dan para muridnya. Raut bahagia mereka rasakan ketika mendapatkan Al-Qur'an dan Alat Ibadah dari donatur Dompet Dhuafa untuk menyambut bulan suci Ramadan sebentar lagi.
Bapak/Ibu, semoga kemuliaan Ustazah Yuyun Yulinda menjadi guru ngaji sejak 26 tahun lalu menjadi inspirasi kita semua. Mari luaskan kebahagiaan ini lebih banyak lagi kepada Guru Ngaji di Pelosok Negeri lainnya.

💛Tetap semangat mengajar meski hanya dengan satu kaki 💛
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bapak/Ibu
Masih sangat disayangkan ternyata hampir 40 persen guru Taman Pendidikan Alquran (TPA) dan Taman Kanak-Kanak Alquran (TKA) di seluruh wilayah Indonesia masih dibayar Rp 100 ribu per bulan. BKPRMI mencatat, total jumlah guru TPA dan TKA saat ini 928 ribu orang, pernyataan yang dikutip oleh Said Aldi Al-Idrus Ketua Umum DPP BKPRMI melalui Republika 2019 lalu.
Tapi faktanya tidak semuanya sama!
Terutama guru mengaji yang ada di pelosok, kisah perjalanan guru ngaji yang tak dibayar sama sekali ketika mengajarkan ilmu-ilmu Islami masih sering dijumpai.
Yaa, kalo masalah uang dicukup-cukupin aja mbak. Tapi Alhamdulillah, sampai sekarang saya masih bisa makan dan hidup cukup ( ucap Ustaz Noron )
Seperti kisah Ustaz Noor, disaat dunia yang saat ini serba memiliki tarif, segalanya harus ada uang, tapi nyatanya masih ada yang memiliki hati nurani siap mengabdi meski tanpa pundi-pundi materi yang mampu dikantongi. Ya, prinsip itulah yang dipegang teguh oleh Ustaz Noron.
Pria kelahiran 1974 silam, menjalani hidup dengan sederhana bersama dengan kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai petani.
Lebih dari 20 tahun mengajar ngaji di MDTA Anwarul Hidayah, Pandeglang Banten tanpa dibayar. Mengabdi sepenuh hati sebagai tanggungjawab moral kepada kampung sendiri, ( cerita Ustaz Noron )
Jauh dari kata nyaman, apalagi hiduonya memang seakan tak sempurna karena kini kakinya tak lagi dua. Ya, dulu saat usianya 19 tahun, kakinya digigit seekor ular berbisa. Karena keterbatasan biaya, ia tak bisa memperoleh pengobatan selayaknya, hanya diberi obat alternatif yang tak kunjung ada perubahan hingga dengan terpaksa kakinya diamputasi.
Mirisnya lagi, amputasi yang dilakukan Ustaz Noron bisa dibilang ekstrim, bagaimana tidak, kakinya diamputasi dengan jalan manual atau secara tradisional oleh salah satu sanak keluarga, tak ada rumah sakit, dan tanpa jarum suntik untuk membius.
Jika dulu, waktunya ia habiskan untuk membantu orang tua di ladang atau sawah. Kini, tiap harinya ia dedikasikan untuk mengajar anak-anak mengaji. Pekerjaan yang tak kalah mulia meski tak pernah dihargai dengan rupiah.
Ya, MDTA Anwarul Hidayah tempatnya mengajar tak mematok tarif kepada murid-muridnya, alias gratis. Dengan sistem seperti itu, praktis Ustaz Noron pun tak ada penghasilan atau gaji yang bisa diharapkan dari mengajar.
Melihat kegigihannya, Dompet Dhuafa melalui Dompet Dhuafa Banten memberikan apresiasi kepada beliau melalui program Berbagi Kebahagiaan Untuk Guru Ngaji di Pelosok Nusantara.
Bapak/Ibu, tentu kita semua paham jika pelajaran tauhid adalah penting bagi semua, termasuk mengenalkannya sejak dini kepada anak-anak. Maka, peran guru ngaji tak bisa diabaikan. Menopang kehidupan guru ngaji sama dengan mendukung gerakan dakwah serta mempercepat terciptanya masyarakat dengan karakter berbasis Qur'ani.
Bersama Dompet Dhuafa, mari sebarkan kebahagiaan lebih banyak kepada Guru Ngaji di Pelosok Negeri dengan klik DONASI SEKARANG!

Inilah sosok mulia Ustadz Bukhori, puluhan tahun mengajar al-qur'an dengan hati!
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Lahir dari keluarga non muslim (Hindu), namun kemudian kelas 5 SD menjadi mualaf beserta keluarganya. Tentu tidaklah mudah untuk menjadi seorang Ustadz. Jika bukan karena panggilan hati yang kuat, lalu apalagi?
Hidup yang pelik sejak kecil justru menguatkan hatinya untuk terus berjuang dijalan dakwah berbekal ilmu dari Pondok Pesantren. Hingga sampailah di Desa Sungai Ekok, Indragiri Hulu, Riau menjadi guru ngaji di Masjid Nurul Azhar sejak tahun 2019 lalu dengan jumlah murid saat ini sebanyak 16 anak. Masya Allah
Puluhan tahun tanpa gaji, namun ada harapan yang pasti!
"Tidak pernah ada upah sama sekali, upahnya dari Allah yang Maha Tahu biar menjadi catatan amalan jariyah saya di buku akhirat nanti. Yang penting saya bisa bekerja dapat mencukupi nafkah dan kebutuhan keluarga, saya ikhlas mengajarkan mengaji selama ini" cerita Ustadz Bukhori, 51 Tahun
Pengabdian ikhlas mereka sering tak diperhatikan, padahal peran Guru Ngaji sangat besar. Karena melalui mereka para generasi dapat belajar mengaji kalam ilahi, mengenal agama Islam lebih jauh lagi.
Jika bukan kita siapa lagi yang akan peduli akan nasib mereka? Dan alhamdulillah, Maret awal lalu Dompet Dhuafa sebagai jembatan kebaikan mengapresiasi akan kemuliaan hati mereka selama ini. Terima kasih banyak Bapak/Ibu, berkah sedekah Anda Insya Allah #JadiManfaat untuk mereka. Aamiin
Bapak/Ibu, mereka tidak pernah menutut lebih, tidak pernah meminta belas kasih. Yuk muliakan para guru ngaji dengan #SEDEKAHSEKARANG
